Tak Kuasa Hadapi Jokowi dan Batiknya, Duo F, Zon dan Hamzah Salah Tingkah Tak Kuasa Hadapi Jokowi dan Batiknya, Duo F, Zon dan Hamzah Salah Tingkah - WAKTU POLITIK

Tak Kuasa Hadapi Jokowi dan Batiknya, Duo F, Zon dan Hamzah Salah Tingkah




Presiden - Berbuka bersama Jokowi, membuat Fahri Hamzah dan Fadli Zon mendadak sedang menjadi garam. Tidak ada urusannya dengan tiang garam. Sedang menjadi garam jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris adalah salting. Apa itu salting?

Salting adalah salah tingkah. Wajah busuk yang ia tunjukkan selama ini di media sosial, ternyata luntur menghadapi teduhnya Jokowi. Ketika ia muka dengan muka menghadapi Jokowi, seolah dirinya sadar bahwa selama ini ia menggebuk sosok “Jokowi yang lain”.

POKER ONLINE TERPERCAYA

Di media sosial, khususnya Twitter, bacot dari Fahri Hamzah dan Fadli Zon sangat lantang. Ibarat singa yang mengaum-aum dengan gagahnya. Duo F ini menari-nari di Twitter, sambil menyindir-nyindir kinerja Presiden yang tidak baik di matanya. Mereka menjadi sekelompok orang yang paling aktif menulis tagar ganti presiden.


Terlihat dari wajah Zon dan Hamzah yang sepertinya tidak tahan melihat kebahaduran Jokowi, membuat dirinya salah tingkah. Mereka tidak mampu untuk tetap tidak setuju dengan Jokowi. Lihat saja dari postur tubuh ketakutan yang mereka tunjukkan di hadapan Jokowi. Mereka terlihat sangat ketakutan!


Wakil rakyat yang katanya terhormat ini, menunjukkan dirinya dengan sangat sangar di media sosial. Terkadang ketika mereka dipanggil untuk diwawancara oleh media tertentu, mereka pun masih menunjukkan sikapnya yang begitu sangar, seperti singa di hutan yang rimbun itu. Mereka seperti singa yang berdiri di dataran paling tinggi di hutan, dan mengaum membuat hewan-hewan lain terpana.

Fahri Hamzah adalah aktivis 1998, bersama Fadli Zon, Adian Napitupulu, dan berbagai-bagai elemen mahasiswa yang ikut meramaikan reformasi pada saat itu. Idealismenya membuat dirinya dikenal, dan memuluskan langkah politik mereka sebagai anggota DPR. Mereka adalah sekelompok manusia yang memiliki idealisme tinggi.

Mereka mencari rumah mereka masing-masing, yakni partai politik pengusung. Akhirnya, para singa-singa petarung itu masuk ke rumahnya. Adian Napitupulu berdiam di rumah banteng, Fahri ada di partai hitam kuning, Fadli di partai kepala burung garuda. Rumah-rumah itu membentuk mereka. Satu per satu ideologi dan idealisme mereka terbentuk, meskipun ada yang terkikis.

Mereka adalah wakil rakyat, yang hidup dari pajak rakyat. Mereka seharusnya menjalankan amanat rakyat, bukan malah merusak kemaslahatan hidup orang banyak. Semua kembali ke rumah. Didikan, ajaran, dan seminar yang dilakukan di rumah-rumah partai itu, membentuk mereka.

Idealisme Adian terbentuk begitu matang, sehingga apa yang diutarakan di dalam kata-katanya, sangat enak untuk didengar, dan sangat membakar semangat kaum muda. Sederhananya, rumah banteng yang ia diami, menjadi rumah yang membakar dan membersihkan dirinya dari setiap kesalahan berpikir. Adian terbentuk.

Idealisme Fadli Zon terkikis, sekali lagi karena rumahnya yang tidak supportive. Gerindra, dengan ketua umumnya yang begitulah, membuat idealisme Fadli Zon terkikis sampai ke tulang-tulangnya. Ia tidak lagi menjadi sosok yang peduli dengan kemaslahatan hidup orang banyak. Singa yang gempal itu, menyerahkan jiwa dan raganya untuk ketua umumnya, yaitu yang begitu lah.

PASTI MENANG DI POKERBENUA

Lantas bagaimana dengan idealisme Fahri Hamzah? Singa yang sudah mulai tua ini, memiliki idealisme yang tidak jelas. Singa yang menjalankan tugas sebagai bunglon, mungkin merupakan penggambaran yang tepat untuk sosok Fahri Hamzah. Idealismenya bisa berubah-ubah tergantung tempat. Bunglon sekali bukan?


Di media sosial, ia dengan sangarnya mengkritik Jokowi, bahkan dengan seruan-seruan yang tidak jelas. Ia terkesan gagal. Akan tetapi lihat saja wajah aslinya ketika ia bertatap muka dengan muka, dengan Presiden Joko Widodo.


Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa DPR saat ini diisi oleh dua manusia munafik, dengan segala keberanian yang ada di belakang. Mereka tidak jantan. Mereka juga bukan betina.
Sekelompok orang ini ketakutan melihat sosok Jokowi, yang begitu merakyat, sederhana, sekaligus menunjukkan kepemimpinannya. Lihat saja dari batik yang dipakai oleh Jokowi. Batik yang digunakan Jokowi adalah batik dewa. Corak batik yang digunakan Jokowi, benar-benar membuat karakter Presiden ini keluar, dan membungkam mulut Fahri Hamzah dan Fadli Zon.
Tidak ada mimik dendam yang ditunjukkan oleh Jokowi. Ia tenang dan begitu teduh. Justru ketenangan, keteduhan, dan corak batik penguasa itu, membuat Fadli dan Fahri hanya bisa salah tingkah. Ini adalah pemimpin yang benar-benar dewasa. Jokowi tidak memamerkan dadanya, seperti petinggi partai sebelah, untuk menakut-nakuti lawan politik. Lawan politiknya lah yang ketakutan sendiri melihat sosok teduh dari Presiden.
Begitulah unta-unta.

No comments

Powered by Blogger.